BAHAS – Pemerintah Indonesia secara resmi mendesak penghapusan hak veto terhadap permohonan keanggotaan penuh Palestina di PBB dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Isu Palestina.
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir menegaskan langkah ini krusial untuk menguatkan posisi Palestina di panggung global dan memajukan solusi dua negara.
“Kita harus menjaga momentum dengan menolak praktik veto terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB,” tegas Arrmanatha di Markas PBB New York, Selasa, 29 Juli 2025.
Pernyataan ini disampaikan dalam KTT “Penyelesaian Damai untuk Isu Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara” yang digelar Prancis dan Arab Saudi. Indonesia, bersama Italia, memimpin Kelompok Kerja 2 yang fokus pada aspek keamanan kedua negara dan kawasan.
Arrmanatha menekankan bahwa seluruh upaya dukungan internasional harus berujung pada penguatan Otoritas Palestina, termasuk pemerintahan transisi di Gaza dan jaminan keamanan wilayah Palestina.
Ia juga mengapresiasi langkah konkret Prancis yang akan segera mengakui kedaulatan Palestina.
“Inisiatif Prancis adalah terobosan vital di tengah kegagalan menghentikan pelanggaran hukum internasional oleh Israel,” ujarnya, sembilan bulan setelah serangan Israel di Gaza yang menewaskan 60.000 warga Palestina.
Desakan Indonesia ini memperkuat tekanan terhadap lima pemegang hak veto Dewan Keamanan PBB – AS, China, Rusia, Prancis, dan Inggris. Arrmanatha secara khusus mendorong negara-negara yang belum mengakui Palestina untuk mengikuti jejak Prancis.
“Momentum solusi dua negara harus dimanfaatkan,” tandasnya. KTT ini juga membahas rekonstruksi Gaza, kelangsungan ekonomi Palestina, serta aksi kemanusiaan mendesak.
Di tengah mandeknya negosiasi damai, desakan Indonesia menjadi pengingat keras bahwa veto Dewan Keamanan PBB kerap menghambat penyelesaian konflik.
Dukungan terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB bukan hanya masalah legitimasi internasional, melainkan ujian nyata komitmen dunia terhadap prinsip kesetaraan bangsa-bangsa. Jika veto dipertahankan, impian solusi dua negara akan semakin jauh dari realitas.***
ANTARA